Profil Mas Den Bagus Prasetyo

Foto saya
Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia
Ngono yo ngono, tapi yo ojo ngono Ojo lali Follow Twitter ku ya @Adden_

Minggu, 27 Mei 2012

Riwayat Hidup Kahlil Gibran

Kahlil Gibran

Khalil Gibran (juga dieja Khalil Gibran; lahir Gibran Khalil Gibran, bahasa Arab: جبران خليل جبران, lahir di Lebanon, 6 Januari 1883 – meninggal di New York City, Amerika Serikat, 10 April 1931 pada umur 48 tahun) adalah seorang seniman, penyair, dan penulis Lebanon Amerika. Ia lahir di Lebanon (saat itu masuk Provinsi Suriah di Khilafah Turki Utsmani) dan menghabiskan sebagian besar masa produktifnya di Amerika Serikat.

Libanon

Khalil Gibran lahir di Basyari, Libanon dari keluarga katholik-maronit. Bsharri sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak memengaruhi tulisan-tulisannya tentang alam.
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke Beirut, di mana dia belajar di College de la Sagasse sekolah tinggi Katholik-Maronit sejak tahun 1899 sampai 1902.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya mulai terbentuk. Kesultanan Usmaniyah yang sudah lemah, sifat munafik organisasi gereja, dan peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2 pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902. Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York City, yang berisi empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang menyerang orang-orang korup yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari gereja Maronit. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun, Sultana, meninggal karena TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Pada tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910, dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston, Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya

Amerika Serikat

Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya. Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama "Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya. Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Suriah yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak, Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat. ocix_8

Karya dan kepengarangan

Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems". Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman". Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah "Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan "Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8 tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain "The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The Garden of the Propeth".

Kematian
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya memang telah lama digerogoti sirosis hepatis dan tuberkulosis, tapi selama ini ia menolak untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St. Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Mar Sarkis, sebuah biara Karmelit di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio, warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan, "Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur, karena ia telah banyak sekali membantuku."

dicuplik dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kahlil_Gibran


ANALISIS SEMIOTIK PUISI “7 ALASAN MENCELA DIRIKU” KARYA KAHLIL GIBRAN



ANALISIS SEMIOTIK PUISI “7 ALASAN MENCELA DIRIKU” KARYA KAHLIL GIBRAN

7 ALASAN MENCELA DIRIKU
Oleh kahlil Gibran

Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,
pertama kali ketika aku melihatnya lemah,
padahal seharusnya ia bisa kuat.

Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh

Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah
ia memilih yang mudah

Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri
dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan

Kelima kali, ia menghindar kerana takut, lalu mengatakannya sebagai sabar

Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk
padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai

Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat



1.      Parafrase
Tujuh kali pengarang pernah mencela dirinya sendiri sebagai introspeksi terhadap apa yang pernah dilakukan. Pertama kali ketika ia merasa lemah tak berdaya padahal jikalau ia mau berusaha ia dapat kuat melebihi apa yang ia punyai.
Hal kedua ketika ia berjalan terjongket-jongket dan pincang menjalani hidup ini dihadapan orang yang lumpuh.
Ketiga kalinya ketika ia berhadapan menemui sebuah pilihan antara yang sulit dan yang mudah dan ia pun memilih yang mudah. Dia beranggapan yang mudah itu tidak akan ada tantangan yang menghadangnya padahal kalau ia mau memilih yang sulit tentu akan lebih banyak pengalaman yang akan ia hadapi dalam hidupnya dan tentu itu akan lebih dapat mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan kalau hanya memilih pilihan yang mudah.
Keempat kalinya ketika ia melakukan kesalahan dan coba menghibur diri dengan mengatakan bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa semua orang pernah melakukan kesalahan tetapi orang yang baik adalah orang yang dapat meminimalisir kesalahan dalam menghadapi hidup.
Kelima kalinya ketika ia merasa takut menjalani hidup di dunia ini lalu mengatakan sabagai kesabaran.
Kenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk padahal ia tahu, bahwa wajah itu adalah topeng yang sering ia pakai setiap harinya. Ia tidak sadar akan kekurangan diri sendiri. memang lebih sulit menilai diri sendiri dari pada mencela orang lain.
Dan ketujuh sekaligus yang terakhir, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu berguna tapi tidak sama sekali.




2.      Majas
a.       Litotes
Pada puisi “7 alasan mencela diru” karya kahlil Gibran banyak ditemukan gaya bahasa litotes. Hampir setiap bait pada puisi ini terdapat gaya bahasa atau majas litotes, yang pertama:
      “Pertama kali ketika aku melihatnya lemah”
Sesuai dengan pengertian majas litotes yakni bertujuan untuk merendahkan diri berarti pengarang menganggap bahwa dirinya lemah padahal dirinya bias untuk kuat.
      Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
Pada larik puisi diatas pengarang menggunakan kata berjalan terjongket-jongket menandakan bahwa ia merendahkan diri dalam berjalan, padahal sebenarnya ia tidak pincang.
b.      Paradoks
Gaya bahasa paradoks juga terdapat, hanya yang menjadi perbedaan antara gaya bahasa litotes dengan paradoks memang berbada. Perbedaannya terletak pada bukti konkret pada tiap larik puisi.
      Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh
Pengarang menyatakan bahwa dirinya tidak dapat berjalan dihadapan orang yang lumpuh menandakan sebenarnya ia dapat berjalan namun tidak punya keberanian atau keprcayaan diri untuk melangkah melawan persaingan hidup yang semkin hari semakin kuat.
c.       Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam gaya figurative yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte).
1)      Sinekdoke pars pro toto
Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,
Sebenarnya jiwaku disini menggambarkan keseluruhan dari sebagian tubuh yang dimiliki pengarang.
2)      Sinekdoke pars pro toto
Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk
Pada kata seraut wajah buruk menggantikan seluruh jiwa atau seluruh tubuh yang digambarkan oleh pengarang.
d.      Hiperbola
Majas yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal
      Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
Yang menggambarkan majas hiperbola adalah pada kata “terjongket-jongket”. Kata tersebut sangat berlebihan jika dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena kata itu dipergunakan dalam karya fiksi jadi malah lebih menambah keindahan pada sebuah larik puisi.

3.      Citraan
Citraan adalah gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkan gambaran. Gambaran pikiran ini adalahsebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai (gambaran) yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebiah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan dan daerah-daerah yang berhubungan dengan imaji penglihatan, pendengaran, perabaan dan gerak.
a.       Citraan penglihatan
Citraan penglihatan ditimbulkan oleh indra penglihatan (mata) citraan ini merupakan jenis yang paling sering digunakan penyair. Citraan ini mampu memberikan rangsangan kepada indra penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat.
      “seraut wajah buruk”
Pada cuplikan puisi diatas kata “seraut wajah buruk merupakan salah satu citraan penglihatan, karena kata seraut wajah dapat memberikan rangsangan kepada indera panglihatan.
      padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia pakai
Pada larik puisi diatas yang termasuk ke dalam citraan penglihatan adalah kata”topeng”. Kata topeng dapat memberikan rangsakan kepada indera penglilhatan yaitu mata.
b.      Citraan pendengaran
Citraan pendengaran berhubugan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indra pendengaran. Citraan ini dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi tembang, dendang,s uara mengiang, berdentum-dentum,
Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai suatu yang bermanfaat
Pada cuplikan larik puisi diatas yang termasuk dalam citraan pendengaran adalah kata “ lagu pujian”. Kata “lagu pujian” dapat ditangkap melalui imaji dengar yakni telinga.
c.       Citraan gerak
Citraan Gerak adalah citraan yang ditimbulkan oleh gerak tubuh /otot yang menyebabkan kita merasakan atau melihat gerakan tersebut.
      Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
Pada cuplikan larik puisi tersebut yang tergolong kedalam citraan gerak adalah kata “ berjalan terjongket-jongket”. Setelah membaca kata tersebut kita akan merasakan gerakan terjongket-jongket.




4.      Gaya bahasa
Susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul atau hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.
Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket
dihadapan orang yang lumpuh
Gaya bahasa yang dapat ditemukan oleh pembaca salah satunya pada cuplikan larik puisi di atas yakni pada kata “berjalan terjongket-jongket dihadapan orang yang lumpuh”. Setelah membaca larik puisi tersebut pembaca merasa ikut merasakan bagaimana rasanya berjalan dengan terjongket-jongket dan merasakan ada kesenjangan pada kata “berjalan terjongket-jongket dihadapan orang yang lumpuh”

5.      Sarana retorika
Pada puisi “7 alasan mencela diriku” karya kahlil Gibran ditemukan jenis sarana retorika paradoks yakni pada cuplikan puisi yang berbunyi “Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket dihadapan orang yang lumpuh” . pada cuplikan puisi tersebut menyatakan suatu yang berlawanan tetapi sesungguhnya tidak bila dipikir secara sungguh-sungguh.

Parafrase Puisi

PARAFRASE PUISI
Yang dimaksud parafrase adalah mengubah puisi menjadi bentuk sastra lain (prosa). Hal itu berarti bahwa puisi yang tunduk pada aturan-aturan puisi diubah menjadi prosa yang tunduk pada aturan-aturan prosa tanpa mengubah isi puisi tersebut. Lebih mudahnya parafrase puisi adalah memprosakan puisi. Perlu diketahui bahwa parafrase merupakan metode memahami puisi, bukan metode membuat karya sastra. Dengan demikian, memparafrasekan puisi tetap dalam kerangka upaya memahami puisi.
Ada dua metode parafrase puisi, yaitu
a. Parafrase terikat, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan cara menambahkan sejumlah kata pada puisi sehingga kalimat-kalimat puisi mudah dipahami. Seluruh kata dalam puisi masih tetap digunakan dalam parafrase tersebut.
b. Parafrase bebas, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.



dikutip dari: http://kelasmayaku.wordpress.com/2010/09/22/parafrase-puisi/

Analisis Puisi Diponegoro


DIPONEGORO
Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti
Sudah itu mati.
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api.

Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai

Maju
Serbu
Serang
Terjang
(Februari 1943)

A.    Struktur Fisik
1.      Diksi (pemilihan kata)
Chairil Anwar dalam puisinya Diponegoro menggunakan kata yang mudah dipahami, sebagai contoh: “tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali”.
2.      Pengimajian (imagery, pencitraan)
Pengimajian dapat dibedakan menjadi imaji auditif, imaji visual dan imaji taktil.
Imaji yang digunakan adalah imaji taktil, “dimasa pembangunan ini tuan hidup kembali” kalimat tersebut apabila dibaca kapan saja akan relevan dan kita akan merasakan untuk ikut membangun peradaban bangsa.
3.      Kata konkret
Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan peyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab terjadinya pengimajian itu. Dengan kata lain diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Untuk membayangkan semangat Diponegoro chairil anwar menggunakan kata maju, serbu, serang, terjang.
4.      Bahasa Figuratif (Majas)
Dalam puisi Diponegoro saya menemukan majas perbandingan, hiperbola yaitu pada “Ini barisan tak bergenderang-berpalu”. Kalimat tersebut dikategorikan sebagai majas hiperbola karena melebih-lebihkan barisan yang bergenderan-berpalu.
5.      Versivikasi
a.       Rima
Dengan pengulangan bunyi, puisi menjadi merdu jika dibaca.
Pada bait pertama bunyi yang cukup dominan adalah / i/

Di masa pembangunan ini
tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
b.      Ritma
Yaitu pemotongan frasa-frasa yang diulang.
Pemotongan frasa-frasa dalam puisi Diponegoro tiap baris.

Punah di atas menghamba/
Binasa di atas ditindas/
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai/
Jika hidup harus merasai/
6.      Tata Wajah
Diponegoro merupakan puisi yang masuk dalam kategori konvensional sehinnga baris dan bait yang digunakan masih seperti puisi sebagaimana umumnya, namun walaupun konvensional Chairil Anwar tidak terpaku dengan aturan-aturan puisi pada periode sebelumnya.
B.     Struktur Batin
1.      Tema
Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Tema yang saya tangkap setelah membaca puisi Diponegoro adalah patriotisme atau kebangsaan, karena setelah membaca puisi tersebut dapat menumbuhkan semangat pembaca.
2.      Perasaan
Perasaan penyair yang satu dengan yagn lain berbeda-beda, Chairil Anwar dalam puisinya Diponegoro mengagumi pahlawan itu dan bermaksud untuk memberi nasehat kepada pembaca agar kepahlawanan Diponegoro menjadi apai pembangunan.
3.      Nada dan Suasana
Nada revolusioner dan semangat hendak diungkapkan Chairil Anwar dan itu berhasil pada semua bait, terlebih pada bait berikut:

Maju
Serbu
Serang
Terjang
4.      Amanat (Pesan)
Dari tema patriotisme yang dikemukakan Chairil Anwar yang dikutip didepan, kiranya dapat ditafsirkan amanat sebagai berikut “Di masa pembangunan ini” hendaknya kita mencontoh sifat patriotic beliau yang berjuang tanpa pamrih.